Ajaran Kejawen vs Ajaran Islam, Mana yang Harus Muslim Yakini dan Ikuti?
By:

Memang, aku orang jawa tulen, yang lahir, besar dan bertempat tinggal di tanah Jawa. Namun, pantang dan haram bagiku meyakini atau mempercayai kepercayaan-kepercayaan, faham-faham maupun mitos-mitos kejawaan (kejawen) yang jelas-jelas bertentangan dengan agama yang telah aku anut sejak aku masih didalam kandungan, yaitu Islam.
Pernah suatu ketika seorang temanku yang juga merupakan tetangga dekatku, datang padaku pada saat aku bersiap-bersiap hendak berangkat lagi ketempat dimana aku bekerja selama ini yakni di ibukota. Yang aku tahu temanku itu masih begitu yakin bahkan boleh aku bilang sangat fanatik pada hal-hal yang berbau kejawen.
Mengetahui aku yang akan berangkat ke ibukota sore itu, dengan keyakinan kejawennya dia mencoba menasihatiku.
"Yakin kau akan berangkat sore ini Ry?" Tanyanya.
"Iya. Karena teman-teman kerjaku sudah pada mengharapkan aku bisa berangkat secepatnya untuk membantu menyelesaikan suatu pekerjaan." Jawabku menjelaskan sembari menaikkan resleuting jaket yang aku kenakan.
"Mungkin kau lupa Ry ini hari apa? Setahuku, bukankah hari ini hari kelahiranmu." Katanya sedikit ragu.
"Oh, aku rasa aku tahu maksudmu, kawan. Kau hendak bilang bahwa aku tidak boleh bepergian pada hari-hari yang menurut kepercayaan dan adat kejawen merupakan pantangan, bukan? Maaf, kawan. Jika itu yang kau maksudkan aku berani bilang bahwa kau telah salah orang membicarakan itu padaku. Aku kasih tahu, aku, temanmu ini, meski orang jawa juga, aku lebih yakin dan percaya pada ajaran agama daripada meyakini hal-hal yang justru menyimpang darinya. Ohya, aku akan ikut senang bila nantinya kau mau dan bisa menghapus keyakinan-keyakinan kejawenmu itu lalu menggantinya dengan keyakinan seperti yang kumiliki. Ingat, kau muslim juga sama halnya aku. Sudah seharusnya kita menjalani kehidupan ini secara islami, kita mesti mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah islam ajarkan."
Setelah berkata begitu aku kemudian pamit berangkat. Kutinggalkan temanku itu yang aku yakin banget merasa kecewa tak berhasil menunda keberangkatanku. "Maafkan aku teman, aku tahu kau bermaksud baik tadi, kau takut aku akan mengalami kesialan pergi pada hari ini, yang menurut perhitungan kejawenmu termasuk hari sial. Percayalah teman, aku pergi untuk mencari rizqi dan dengan cara yang halal. Aku yakin Allah tak pernah melarang itu." Kataku dalam hati.
Tidak ada komentar